Kota Jambi, FAKTA.CO – Di zaman keemasannya, lokalisasi Payo Sigadung menjadi surga duniawi bagi para mucikari, pekerja seks komersial dan hidung belang.
Sebelum ditutup oleh Walikota Jambi, H Syarif Fasha beberapat tahun lalu, aktivitas Payo Sigadung atau orang Jambi lebih mengenalnya dengan sebutan Pucuk tersebut nyaris tidak pernah mati.
Perputaran uang yang mencapai miliaran perhari menjadi magnet bagi mucikari atau germo untuk meraup keuntungan dari PSK yang menjual kemolekan tubuhnya.
Pengakuan sejumlah mucikari, mendapatkan uang ratusan juta dalam sebulan tidaklah sulit. Jika mereka mempunyai 10 orang anak asuh, rata-rata perhari seorang PSK mendapat satu juta rupiah maka dapat dibayangkan berapa perolehan pendapatan germo tersebut.
‘Itu belum termasuk hasil jual minuman. Pendapatan dari jual minuman lumayan besar. Jutaan juga kami dapat,’kata seorang mucikari yang mengaku sudah tinggal dan menjalani usaha jasa kenikmatan duniawi puluhan tahun itu.
Tak hanya mucikari yang merasakan nikmatnya uang haram dari lokalisasi yang sudah ada sejak puluhan tahun silam itu, PSK-nya pun mencicipi gepokan uang hasil jual tubuhnya dari lelaki hidung belang.
‘Dari hasil di sini(Pucuk-red), terus terang keluarga saya di kampung terbantu. Saya bisa buat rumah, biaya sekolah adik. Dan sewaktu Pucuk ini belum ditutup, saya beli mobil,’pengakuan Esih, janda satu anak asal Indramayu, Jawa Barat.
Namun kini setelah lokalisasi Payo Sigadung di tutup, otomatis gemerincing rupiah sepertinya sirna. Dulu, kawasan yang terletak di Kelurahan Rawasari Kecamatan Kota Baru tersebut suara dentuman musik dari setiap rumah bordil terdengar hingga keluar kawasan prostitusi itu.
Sejak penutupan lokalisasi, Payo Sigadung seperti kawasan tak berpenghuni, sepi. Puluhan rumah megah yang di bangun oleh mucikari dari hasil keringat PSK-nya tampak tutup. Tak ada lagi canda tawa di rumah mewah yang di isi oleh puluhan PSK itu.
Akibat penutupan lokalisasi Payo Sigadung, sejumlah rumah bordil milik germo di sita bank. Di depan rumah yang di sita oleh salah satu bank swasta tampak jelas tertulis bahwa rumah tersebut saat ini dalam pengawasan dan di sita.
Pengakuan sejumlah germo, sejak penutupan lokalisasi, PSK banyak yang berpindah operasi.’Ada yang ke Batam, Palembang dan juga pulang ke Jawa. Tetapi, ada sebagian juga masih bertahan di Jambi. Mereka biasanya ke panti pijat,’ungkap Acok salah seorang germo.
Diakui Acok yang tinggal di Gang Dua, untuk menghidupi keluarganya dia dapat dari hasil kebun sawit yang dia dapat sewaktu Payo Sigadung masih beroperasi.’Kalau tidak ada kebun sawit. Wah..entah bagaimana nasib keluarga saya,’pungkas pria paro baya itu.(ono)
Discussion about this post