Oleh : Naila Almaskhati 18111304046) & Elmi Nur Hanifah (1811304050), Tema Artikel Uji Kualitas Air Secara Mikrobiologi. Mahasiswa Teknologi Laboratorium Medis, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Aisyiyah Yogyakarta, Kelompok 25 PKL Non Klinis, Pembimbing : Mochammad Reza Destianto S.Tr. AK
Foto : Naila Almaskhati
Air merupakan sumber kehidupan yang paling utama setelah udara. Tiga perempat bagian tubuh manusia terdiri dari air. Menjadikan air sebagai kebutuhan dasar bagi manusia untuk melangsungkan kehidupan. (Chandra Budiman, 2007:39).
Secara umum fungsi air dalam tubuh setiap organisme mahluk hidup adalah untuk melarutkan senyawa organik, menstabilkan suhu tubuh dan melangsungkan berbagai reaksi kimia tingkat seluler.
Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit dimasyarakat.
Menurut ilmu kesehatan, setiap orang memerlukan air minum sebanyak 2,5 – 3 liter setiap hari termasuk air yang berada dalam makanan. Dan banyaknya air yang diperlukan tubuh tergantung pada situasi dan kondisinya setiap hari dipengaruhi oleh suhu udara dan intensitas gerak. (Rismundar, 1994).
Masyarakat selama ini sering mengkonsumsi air yang diambil dari beberapa sumber, antara lain dari sumur, pegunungan dan juga dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Semakin majunya teknologi dan diiringi dengan semakin sibuknya aktivitas manusia maka masyarakat cenderung memilih cara yang lebih praktis dan biaya yang relatif lebih murah dalam memenuhi kebutuhan air minum.
Salah satu pemenuhan kebutuhan air minum yang menjadi alternatif adalah air minum isi ulang. (Sebayang dkk, 2015).
Pada saat ini angka pencemaran air sangat tinggi disekitar kita, baik pencemaran yang berasal dari air limbah rumah tangga maupun limbah industri.
Maka dari itu pemenuhan kebutuhan pasokan air minum harus memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan. Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau.
Air minum pun seharusnya tidak mengandung mikroorganisme patogen dan segala makhluk yang membahayakan bagi kesehatan manusia, dan tidak mengandung zat kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh.
Air seharusnya tidak korosif, dan tidak meninggalkan endapan pada seluruh jaringan distribusinya. (Juli, 1994).
Pemeriksaan air secara mikrobiologi sangat penting dilakukan. Pemeriksaan air secara mikrobiologi baik secara kuantitatif maupun kualitatif dapat dipakai sebagai pengukuran derajat pencemaran air secara mikrobiologi, umumnya ditunjukkan pada kehadiran bakteri Coliform dan Fekal Coliform.
Bakteri Coliform adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan Coliform Fecal menjadi indikator dikarenakan jumlah koloninya pasti berkarelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Makin sedikit kandungan Coliform artinya kualitas air semakin baik.
Dalam persyaratan mikrobiologi, air minum yang memenuhi syarat kesehatan harus mempunyai total Coliform dan Coliform tinja yang berjumlah 0/100 ml air. Bakteri Escherichia coli digunakan sebagai petunjuk mikrobiologi air dan dijadikan sebagai indikator pencemaran tinja dalam air.
Konsumsi air dengan kualitas yang tidak memenuhi standar air minum dapat mengganggu kesehatan masyarakat karena air yang tidak sehat dapat berperan sebagai water borne disease, yaitu penyebaran – penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air yang tidak sehat.
Beberapa penyakit yang ditularkan melalui media air yang kurang sehat diantaranya yang disebabkan oleh parasit seperti cacingan, penyakit yang disebabkan oleh bakteri seperti tipus, kolera, disentri dan beberapa penyakit yang ditularkan oleh virus seperti diare, hepatitis dan poli. (Permenkes, 2010).
Terdapat beberapa cara untuk menguji keberadaan coliform dalam air, seperti metode Multiple Tube Fermentation, Membran filter, dan metode Kromo-fluorogenik.
Metode MTF (Multiple Tube Fermentation) merupakan metode yang cukup sederhana untuk menguji keberadaan fecal coliform dan sudah lama digunakan untuk melakukan pengujian air. Medium Lactose Broth diinokulasikan dengan volume air yang berbeda pada tahap uji penduga (presumptive tests), Tabung yang positif memproduksi gas diinokulasikan ke dalam medium BGLBB di uji penguat (confirmed tests).
Tabung yang positif terhadap uji penguat digunakan untuk menghitung nilai MPN. Uji pelengkap (completed tests) digunakan untuk menetapkan keberadaan coliform (Prescott et al. 2002).
Walaupun sederhana, kelemahan metode tersebut adalah waktu yang diperlukan lebih lama untuk menyelesaikan metode hingga tahap uji pelengkap dan perlu dilakukan tes kembali yang lebih spesifik untuk membuktikan keberadaan E. coli fecal coliform (Talaro & Talaro 2002).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas produk air minum yang dihasilkan adalah air baku, kebersihan operator, penanganan terhadap wadah pembeli, dan kondisi depot. Selain air baku, faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kualitas air minum adalah kebersihan dari operator yang menangani dan melakukan pengisian terhadap wadah yang dibawa oleh konsumen.
Hanya beberapa depot yang memiliki operator yang sadar akan kebersihan baik itu lingkungan dan proses kerjanya maupun kebersihan diri mereka sendiri. Salah satu bentuk menjaga kebersihan diri sendiri adalah dengan mencuci tangan sebelum menangani wadah yang dibawa konsumen, gunanya adalah untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi.
Penanganan terhadap wadah yang dibawa konsumen juga berperan penting dalam mempengaruhi kualitas air.
Sekalipun kualitas air yang dihasilkan bagus namun penanganan terhadap wadah tidak diperhatikan, akan dapat mengurangi kualitas air karena dapat terjadi kontaminasi dari luar proses produksi.
Penanganan yang baik dilakukan dengan pencucian menggunakan berbagai jenis deterjen khusus yang kita sebut dengan cara (food grade) dan air bersih dengan suhu berkisar 60-85°C, lalu dibilas dengan air produk secukupnya untuk menghilangkan sisa deterjen yang digunakan untuk mencuci.
Tidak semua depot yang menjual air minum memberikan tisu beralkohol yang biasa digunakan untuk membersihkan bagian mulut galon.
Padahal alkohol dapat membunuh bakteri sehingga dapat menurunkan tingkat kontaminasi dari luar terutama pada pengguna yang menggunakan dispenser. (Waluyo, 2007).
Faktor lain yang tidak kalah penting yang dapat mempengaruhi kualitas air minum yang diproduksi adalah kondisi depot air minum itu sendiri.
Lokasi usaha tersebut harus terbebas dari pencemaran yang berasal dari debu sekitar depot dan tempat-tempat lain yang berpotensi mengakibatkan pencemaran. (Anonim, 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 651 Tahun 2004 tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum dan Perdagangannya, Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, Jakarta.
Candra Budiman, 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan, EGC, Jakarta. Company.
Juli, S. (1994). Ilmu Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University. Hal. 17-23.
Permenkes RI. (2014). Permenkes No 43 Tahun 2014 tentang Hygiene Sanitasi Depot Air Minum, Kemenkes RI, Jakarta.
Permenkes RI. (2014). Permenkes No 43 Tahun 2014 tentang Hygiene Sanitasi Depot Air Minum, Kemenkes RI, Jakarta.
Prescott, et al. (2002). Microbiology 7th edition. USA: McGraw-Hill Book
Rismunandar. 1994. Fungsi Air Dalam Kehidupan Dan Kegunaanya Bagi Pertanian. Bandung: Sinar Baru
Sebayang P et al. (2015). Teknologi Pengolahan Air Kotor dan Payau Menjadi Air Bersih. Gosyen Publishing, Yogyakarta
Talaro, K. P. and Talaro, A., 2002, Foundations in Microbiology, 4 ed, USA, The McGraw-Hill Companies, 890.
Widiyanti, N. L. P. M. dan N. P. Ristiati. 2004. Analisis Kualitatif Bakteri Koliform Pada Depo Air Minum Isi Ulang Di Kota Singaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3(1) : 64-73.
Discussion about this post